Budaya hustle atau hustle culture, yang sering digambarkan dengan slogan “work hard, play hard,” telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup modern, terutama di kalangan generasi muda. Budaya ini menekankan kerja keras tanpa henti sebagai kunci kesuksesan, sering kali diiringi dengan glorifikasi jam kerja panjang, produktivitas yang terus-menerus, dan kesibukan sebagai simbol status. Namun, di balik kilauannya, budaya hustle memiliki sisi gelap yang signifikan, terutama dalam kaitannya dengan kesehatan mental.
Pesona dan Perangkap Budaya Hustle
Budaya hustle berakar pada nilai-nilai kapitalisme yang mengutamakan efisiensi dan hasil. Dalam era media sosial, budaya ini semakin diperkuat oleh citra kesuksesan yang dipamerkan melalui platform seperti Instagram dan LinkedIn. Gaya hidup penuh kesibukan terlihat menarik karena sering diasosiasikan dengan ambisi, kemajuan karier, dan kebebasan finansial.
Namun, obsesi terhadap produktivitas ini juga menciptakan tekanan besar. Banyak individu merasa bersalah jika tidak bekerja atau beristirahat, karena istirahat sering kali dianggap sebagai kemalasan. Akibatnya, orang terjebak dalam siklus yang melelahkan: bekerja tanpa henti demi mengejar tujuan yang sering kali terus bergeser.